Sebuah kajian yang dipimpin oleh Kyai muda ahli tafsir disampaikan sebuah pertanyaaan; siapakah yang lebih utama melakukan tirakat? Ayah ataukah Ibu? Beliau menjawab : Ibu!
Jawaban ini tentu saja membuat benak kita bertanya-tanya. Bukankah selama ini budaya kita mengajarkan seorang ayah menjalani tirakat yang berat demi suksesnya anak-anak dan kebahagiaan keluarga? Ayah harus menjalani kerja keras tanpa kenal lelah, memeras keringat, mengucurkan darah serta menumpahkan air mata. Ayah juga dituntut untuk tekun ibadah, merapalkan banyak wirid dan doa-doa hingga otot tangannya menonjol karena seringnya memutar tasbih dan ligamen kakinya mengeras karena banyaknya mendirikan sholat sunat hajat? Itu pun kadang hasilnya jauh diluar ekspektasi, rupiah yang dikumpulkan tak cukup menghidupi anak istri. Anak-anak tumbuh dengan prestasi yang rendah serta istri menjadi ahli ghibah.
Pendapat Kyai muda tadi bukannya tanpa dasar. Beliau menyitir salah satu ayat Alquran yang kebenarannya tak bisa dibantah. Surat Maryam ayat 22 :
“Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menjauhkan diri dengan kandungannya ke tempat yang jauh.”
Para ulama berbeda pendapat tentang tempat yang jauh itu, ada yang berpendapat sebuah gua, sebuah kuil, dan pendapat yang masyhur adalah di Baitul Lahm yakni tempat penyembelihan hewan. Intinya adalah Maryam menjauh dari fitnah dan melakukan tirakat yang berat dalam kondisi hamil dan sakit yang amat sangat. Saking beratnya menghadapi sakit hati karena fitnahan sebagai wanita sholehah menjadi wanita ahli zinah dan sakit menghadapi persalinan, hingga beliau berdoa mohon dicabut nyawanya oleh Allah SWT. Tirakat seorang ibu bukanlah kaleng-kaleng.
Tirakat (laku prihatin) seorang ibu motivasi utamanya adalah ketulusan untuk anak-anak dan keluarga. Dalam kisah Maryam, setelah Isa a.s lahir topik pembicaraan adalah sosok Isa sebagai Nabi dan Rasul. Bahkan Nabi Isa sendiri yang menjawab fitnahan-fitnahan yang ditujukan kepada ibunya meski beliau masih bayi dalam gendongan. Tirakat seorang Ibu dengan segala penderitaan dan keikhlasannya makbul mendapatkan pertolongan Allah sehingga beroleh berkah dan kemudahan. Tirakat seorang ayah dengan segala kekuatan logikanya kadang terbungkus egoisme maskulinitasnya. Ketika terjadi kebakaran seorang ayah sangat boleh jadi berpendapat yang utama adalah menyelamatkan diri sendiri. Karena secara logika jika diri sendiri selamat maka bisa menyelamatkan anak dan istrinya. Sisi lain, seorang ibu ketika menghadapai permasalahan selalu keselamatan anaknya adalah prioritas utama, seperti kisah berikut ini :
Alkisah, ada seorang anak yang bertanya pada ibunya, “Ibu, temanku tadi cerita kalau ibunya selalu membiarkan tangannya sendiri digigit nyamuk sampai nyamuk itu kenyang supaya ia tak menggigit temanku. Apa ibu juga akan berbuat yang sama?”Sang ibu tertawa dan menjawab terus terang, “Tidak. Tapi, Ibu akan mengejar setiap nyamuk sepanjang malam supaya tidak sempat menggigit kamu atau keluarga kita.”
Mendengar jawaban itu, si anak tersenyum dan kembali meneruskan kegiatan bermainnya. Tak berapa lama kemudian, si anak kembali berpaling pada ibunya. Ternyata mendadak ia teringat sesuatu. “Terus Bu, aku waktu itu pernah dengar cerita ada ibu yang rela tidak makan supaya anak-anaknya bisa makan kenyang. Kalau ibu bagaimana?” Anak itu mengajukan pertanyaan yang hampir sama.
Kali ini sang Ibu menjawab dengan suara lebih tegas, “Ibu akan bekerja keras agar kita semua bisa makan sampai kenyang. Jadi, kamu tidak harus sulit menelan karena melihat ibumu menahan lapar.”
Si anak kembali tersenyum, dan lalu memeluk ibunya dengan penuh sayang. “Makasih, Ibu. Aku bisa selalu bersandar pada Ibu.”
Sembari mengusap-usap rambut anaknya, sang Ibu membalas, “Tidak, Nak! Tapi Ibu akan mendidikmu supaya bisa berdiri kokoh di atas kakimu sendiri, agar kamu nantinya tidak sampai jatuh tersungkur ketika Ibu sudah tidak ada lagi di sisimu. Karena tidak selamanya ibu bisa mendampingimu….”
Selamat Hari Ibu untuk wanita-wanita perkasaku : Emak-ku, Eyang Uti, Istriku tercinta, dan Mbak Rera. Doa seorang ibu tembus langit ketujuh…
Beberapa Masjid menyediakan sajian penganan, minuman atau bahkan nasi bungkus usai Sholat Jumat sudah berlangsung cukup lama. Sajian ini awalnya disediakan oleh ta’mir masjid yang kemudian mendorong warga juga turut menyediakan dengan istilah shodaqoh Jumat Berkah. Sedekah di Hari Jumat pahalanya berlipat ganda, demikian beberapa kitab menukilkan tentang keutamaan Jumat Berkah yang bersumber dari Hadis Nabi.
Sejak pandemi, aktivitas Jumat Berkah ini semakin marak baik yang dilakukan oleh individu-individu dengan berkeliling membagikan makan siang, atau kantor-kantor dan instansi membagikan sarapan pagi bagi orang-orang yang lewat, tukang-tukang becak atau sopir ojol yang melintas. Demikian juga yang dilakukan oleh madrasah kami MAN 1 Yogyakarta tiap Jumat pagi menyiapkan seratusan nasi bungkus aneka menu yang ludes tak lebih dalam 15 menit. Karena area depan Mansa memang cukup ramai dilewati pengendara.
Barangsiapa diciptakan dengan memiliki kekuatan dan kesiapan untuk melakukan sesuatu, maka kenikmatan yang diperoleh adalah manakala ia dapat memanfaatkan kekuatan tersebut.
Orang yang diciptakan dengan kekuatan marah, maka ia akan merasakan nikmat manakala memarahi orang lain
Orang yang diciptakan dengan memiliki kekuatan makan dan minum, maka ia akan merasa nikmat manakala makan dan minum yang banyak
Orang yang diciptakan dengan kekuatan ilmu dan pengetahuan akan merasa nikmat manakala menuntut ilmu dan mencari pengetahuan
Orang yang diciptakan dengan kekuatan cinta kepada Allah, bertobat kepadanya, dan mendekat kepada-Nya, maka ia akan merasa nikmat manakala melakukan aktivitas tersebut
Semua kenikmatan selain kenikmatan bertobat dan mendekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah kenikmatan semu…